Assasin, Diam Namun Mematikan
Peran Rahasia
Assassins Pada masa Perang Salib
Perang salib memang menyisakan banyak pertanyaan. Salah satunya
tentang kaum Hashyashyin, sebuah sekte (ordo) khusus pembunuh dari kelompok
Ismailiyah-Qaramithah, salah satu cabang dari kelompok Syiah di bawah Dinasti
Fathimiyah.
Konon, Hashyashyin atau biasa disebut “Assasin” ini merupakan
“guru” dari Knights Templar yang
dibentuk oleh Ordo Sion di tahun 1118 Masehi. Keduanya—Hashyashyin maupun
Templar-memiliki banyak kemiripan. Mulai dari struktur organisasi,
pembangkangan terhadap agama (bid’ah) dan bahkan dianggap agnostik (tidak
meyakini agama apapun kecuali doktrin pemimpinnya), kepandaiannya dalam
berperang, membunuh, serta keterampilan dalam hal pengunaan racun, serta adanya
ritual-ritual khusus yang penuh dengan warna mistis-paganistik.
Bahkan banyak penulis sejarawan modern menganggap Sekte Syiah
Qaramithah—asal muasal gerakan Assassins—sebagai kelompok Bolsyewisme-Islam
atau cenderung komunistis. Pendiri sekte ini bernama Hamdan al-Qarmath, seorang
Irak yang gemar pada ilmu-ilmu perbintangan dan kebatinan, mirip dengan
pengikut Kabbalah
Menurut sumber terpercaya, templar sendiri sesungguhnya pengikut
Kabbalah, walaupun sebenarnya mereka mengaku sebagai pemeluk Kristen pada
awalnya.
Oleh karena itu, banyak sejarawan yang berpendapat bahwa di
antara kedua sekte khusus pencabut nyawa ini sesungguhnya terjalin satu
kerjasama dalam bentuk yang tersembunyi. Salah satu yang memunculkan dugaan ini
adalah Prof. Carole Hillenbrand, Guru Besar Studi Islam dan Bahasa Arab University
Edinburgh, Skotlandia. Skotlandia sendiri dikenal sebagai wilayah basis dari
Freemasonry yang lahir di darah ini selepas penumpasan Templar oleh Raja
Perancis, King Philipe le Bel, yang dibantu Paus Clement V di tahun 1307 M.
Profesor Hillenbrand menulis dalam bukunya bahwa setahun sebelum
pasukan salib gelombang pertama yang dikomandani Godfroi de Bouillon tiba di
pintu Yerusalem di tahun 1099 dan merebutnya, Yerusalem diserang oleh pasukan
dari Dinasti Fathimiyah-Syiah yang berpusat di Mesir dan merebutnya dari tangan
kekuasaan Dinasti Abbasiyyah yang beraliran Sunni.
Jadi, ketika pasukannya Godfroi tiba di pintu kota Yerusalem,
kota suci itu sebenarnya telah berada di bawah kekuasaan Bani Fathimiyah. Atas
kejadian ini, Hillebrand mempertanyakan tidak adanya catatan khusus dari para
sejarawan Muslim. “Serangan tiba-tiba yang dilakukan al-Afdhal (Wazir dari
Dinasti Fathimiyah Mesir) ke Yerusalem, dengan waktu yang amat tepat,
memerlukan penjelasan yang belum diberikan para sarjana Islam. Mengapa
al-Afdhal melakukan serangan ini? Apakah karena ia telah tahu lebih dulu soal
rencana para Tentara Salib? Bila demikian, apakah ia merebut Yerusalem untuk
kepentingan Tentara Salib, yang sebelumnya telah menjalin aliansi dengannya?”
tulis Hillebrand.
Salah satu hipotesis yang dikemukakannya adalah, bahwa pasukan
al-Afdhal telah dikhianati oleh Godfroi de Bouillon, karena sesungguhnya Kaisar
Byzantium—Kristen Timur yang bertentangan secara ideologi dengan Kristen Barat
yang mengirimkan Tentara Salib—telah memberitahu al-Afdhal bahwa pasukan Salib
Kristen Barat akan segera tiba di Yerusalem. Pemberitahuan ini diberikan Kaisar
Byzantium tidak lama berselang setelah Konsili Clermont usai.
Bisa jadi, al-Afdhal menginvasi Yerusalem agar Godfroi menahan
pasukannya dan bisa berbagi kekuasaan, karena al-Afdhal mengira Tentara Salib
atau ‘Bangsa Frank’ menurut Hillenbrand bisa dijadikan sekutu yang baik
menghadapi Muslim Sunni. Namun yang terjadi tidak demikian. Tentara Salib
hendak menguasai Yerusalem untuk dirinya sendiri.
Peran Tersembunyi Assassins
Menjelang Perang Salib pertama, dunia Barat dan Timur mengalami
perpecahan yang hebat. Dunia Barat terpecah menjadi dua kekuatan besar: Kristen
Timur yang berpusat di Byzantium dan Kristen Barat yang berpusat di Roma.
Secara diam-diam, Sekte Gereja Yohanit yang menyusup ke Vatikan dan menyusun
kekuatannya. Di sisi lain Dunia Islam juga terbagi menjadi dua kekuatan besar
yang juga saling memusuhi yakni Kekhalifahan Abbasiyah yang sunni dan
Kekhalifahan Fathimiyah yang syiah yang berpusat di Mesir.
Menurut beberapa sumber, Carole Hillenbrand menulis, “Dalam
kurun waktu kurang dari dua tahun, sejak 1092 M, terjadi rentetan pembersihan
semua pemimpin politik terkemuka Dunia Islam dari Mesir hingga ke timur. Tahun
1092, seorang menteri terkemuka Dinasti Seljuk sunni bernama Nizam al-Mulk
terbunuh (belakangan diketahui Assassins-lah yang melakukan itu). ”
Tiga bulan kemudian, Sultan Malik Syah, sultan ketiga Seljuk
yang telah berkuasa dengan gemilang selama 20 tahun juga meninggal dengan
sebab-sebab yang mencurigakan. Kuat dugaan ia juga telah diracun Assassins. Tak
lama kemudian, permaisuri dan cucu-cucunya pun meninggal dengan cara yang tak
lazim. Para sejarawan Islam memandang tahun 1092 M sebagai “Tahun Kematian”.
Apalagi dengan peristiwa meninggalnya Khalifah Fathimiyah Syiah
di Mesir, al-Muntanshir, musuh besar Seljuk, yang juga terjadi pada tahun itu.
Dua tahun kemudian, 1094, Khalifah Abbasiyah al-Muqtadhi juga meninggal.
Rentetan perubahan yang berjalan amat cepat ini oleh Hillenbrand
disamakan dengan terjadinya Perestroika di Uni Soviet yang mengakibatkan
kehancuran dan perpecahan. Berbagai sekte dan negara kecil-kecil memisahkan
diri dan menjadi kekuatannya masing-masing. Dunia Islam menjelang Konsili Clermont
di tahun 1096 sudah berubah menjadi dunia yang penuh kekacauan dan anarki.
Hillenbrand mengajukan pertanyaan: “Momentum ini bagi pasukan
Salib sungguh menguntungkan. Apakah saat itu pasukan Salib telah diberitahu
bahwa saat itu merupakan momentum yang sangat bagus untuk menyerang Yerusalem?”
Jika di balik, pertanyaan Hillenbrand sebenarnya bisa lebih
menukik, seperti: “Adakah kekacauan di Dunia Islam ini telah diatur? Assassins
bertugas menimbulkan perpecahan di kalangan Islam dengan melakukan serangkaian
pembunuhan di berbagai dinasti Islam yang kuat, dan di lain sisi Ordo Yohanit
(Peter The Hermit dan Godfroi de Bouillon sebagai dua tokohnya) di saat yang
sama menyusup ke Vatikan dan memprovokasi Paus agar mengobarkan Perang Salib
untuk merebut Yerusalem.
Apalagi sejarah mencatat bahwa hanya setahun sebelum pasukan
Salib tiba di depan gerbang Yerusalem, kota suci itu telah jatuh ke tangan
Dinasti Fathimiyah. Dicurigai ini merupakan persekongkolan antara Assassins
dengan Ordo Yohanit di mana keduanya memang diketahui cenderung kepada
ilmu-ilmu ramalan, perbintangan, sihir, dan sebagainya yang menjurus pada
ajaran Kabbalah.
Komentar
Posting Komentar